Senin, 20 Oktober 2014

Sistem Perdagangan Kopi di Desa Airnaningan Kabupaten Tanggamus



Panen kopi yang melimpah di Airnaningan kabupaten tanggamus Lampung tidak berdampak pada kesejahteraan petani. Menurut kesaksian ari (19) yang disampaikan pada hari sabtu 12/10/2014, seluas 1 ha lahan kopinya menghasilkan 1 ton kopi, tetapi harga jual ditengkulak tidak sesuai. Harga ditengkulak Rp.16.000/kg sementara di kota Bandar Lampung harga jual kopi Rp.20.000/kg.

Menurut Ari (19), ketergantungan petani terhadap tengkulak terjadi karena sistem “utangan” yang memperbolehkan petani mengambil stok logistik dan akan dibayar setelah musim panen kopi tiba.


“Biasanya kami boleh ambil beras, belanjaan dan pinjaman uang dari toke (tengkulak)”, ujarnya.

Kelompok Tani Tirto Kencono yang kini tergabung dalam Koperasi Tirto Kencono selama ini belum mampu menghentikan laju dominan tengkulak. Sistem simpan pinjam pada kelompok belum mampu memenuhi kebutuhan ekonomi anggota.
Dalam suatu kesempatan, ketua koperasi ibu Sri Rejeki (52) mengatakan bahwa koperasi yang dia dirikan belum mampu memberi pinjaman kepada anggota dikarenakan kas koperasi tidak mencukupi. Hal ini terjadi akibat tidak tertibnya kelompok untuk membayar iuran wajib dan iuran pokok anggota.

“Terus terang saya dan pengurus koperasi belum bisa membuat anggota beralih menjual hasil panennya kepada koperasi, kami kekurangan modal, apalagi untuk pinjaman. Biasanya ada saja anggota koperasi yang pinjam uang tapi susah untuk membayar”, ujarnya.

Kabupaten Tanggamus yang terkenal akan kopinya ternyata menyimpan persoalan terhadap sistem perdagangan yang ada. Padahal seharusnya petani bisa menikmati hasil dari kerja kerasnya selama bertahun-tahun dari menanam dan memelihara kopi.
Kalau sudah begini siapa yang bertanggung jawab atas apa?

0 komentar:

Posting Komentar