Panen kopi yang melimpah di Airnaningan kabupaten tanggamus Lampung tidak
berdampak pada kesejahteraan petani. Menurut kesaksian ari (19) yang
disampaikan pada hari sabtu 12/10/2014, seluas 1 ha lahan kopinya menghasilkan
1 ton kopi, tetapi harga jual ditengkulak tidak sesuai. Harga ditengkulak Rp.16.000/kg
sementara di kota Bandar Lampung harga jual kopi Rp.20.000/kg.
Menurut Ari (19), ketergantungan petani terhadap tengkulak terjadi karena
sistem “utangan” yang memperbolehkan petani mengambil stok logistik dan akan
dibayar setelah musim panen kopi tiba.
“Biasanya kami boleh ambil beras, belanjaan dan pinjaman uang dari toke
(tengkulak)”, ujarnya.
Kelompok Tani Tirto Kencono yang kini tergabung dalam Koperasi Tirto
Kencono selama ini belum mampu menghentikan laju dominan tengkulak. Sistem
simpan pinjam pada kelompok belum mampu memenuhi kebutuhan ekonomi anggota.
Dalam suatu kesempatan, ketua koperasi ibu Sri Rejeki (52) mengatakan bahwa
koperasi yang dia dirikan belum mampu memberi pinjaman kepada anggota
dikarenakan kas koperasi tidak mencukupi. Hal ini terjadi akibat tidak
tertibnya kelompok untuk membayar iuran wajib dan iuran pokok anggota.
“Terus terang saya dan pengurus koperasi belum bisa membuat anggota beralih
menjual hasil panennya kepada koperasi, kami kekurangan modal, apalagi untuk
pinjaman. Biasanya ada saja anggota koperasi yang pinjam uang tapi susah untuk
membayar”, ujarnya.
Kabupaten Tanggamus yang terkenal akan kopinya ternyata menyimpan persoalan
terhadap sistem perdagangan yang ada. Padahal seharusnya petani bisa menikmati
hasil dari kerja kerasnya selama bertahun-tahun dari menanam dan memelihara
kopi.
Kalau sudah begini siapa yang bertanggung jawab atas apa?
0 komentar:
Posting Komentar